Followers

Senin, 29 Maret 2010

Di dedaunan

Embun berembun di daun-daun
Embun tak jua pergi di daun-daun
Embun terus menemani daun-daun
Sampai daun tak memintanya lagi

Embun itu mengerti daun-daun
Embun selalu memahami daun-daun
Embun tak pernah meminta
daun-daun untuk setia

Namun suatu waktu
Daun-daun itu jenuh
Daun-daun itu ingin pergi
Daun-daun ingin embun pergi

Daun-daun tak mampu berkata kepadanya
Daun-daun tak ingin embun melebur menangis
Daun-daun tak sanggup
Daun-daun tak sanggup melihat embun menangis

Sampai embun tahu
Tahu bahwa daun-daun ingin pergi
Tahu bahwa daun-daun tak ingin bersama
Tahu bahwa daun-daun ingin jatuh ke tanah...

Minggu, 28 Maret 2010

Kaki-kaki yang Hancur

Banyak kaki yang berjalan di pinggir
Banyak kaki yang berjalan di tengah
Banyak kaki yang berjalan di pinggir
Banyak kaki yang tidak berjalan

Kaki-kaki itu mampu menopang badannya
Kaki-kaki itu mampu mencari hidupnya
Hidup yang seharusnya indah
Hidup yang seharusnya ada di sana

Dulu kaki-kaki itu masih tegak
Masih bisa berlari mencari jiwa lain

Dulu kaki-kaki itu laksana pedang samurai
Siap menghancurkan yang berani menghancurkan kaki-kakinya

Ketika itu kaki-kakinya sudah mulai menua
Kaki-kakinya sudah mulai tak sanggup menopang apapun
Kaki-kakinya sudah mengalami kehampaan
Kaki-kakinya mati rasa

Selesai sudah hikayat kaki-kaki itu
Kaki-kaki yang sangat dibanggakan
Kaki-kaki perlambang kekuatan
Kaki-kaki penerus jembatan

Benarkah kaki-kakinya telah mati?

Ada apa di sana

Di sana di situ
Terbuka pintu lebar, lebar sekali
Entah selebar apapun
Lebar sekali

Ku sisiri tempat itu dengan merasuk
Menjarah di sana di mana-mana
Melihat hanya dengan mata, hati, apa lagi?
Mata, hati, apakah tidak cukup?

Pintu itu masih terbuka lebar
Masih ada sinar-sinar tersisa di sana
Masih ada semerbak kehangatan
Masih ada isi dunia ini, isi galaksi ini

Perlahan pintu itu berkarat
Perlahan pintu itu meredup
Perlahan pintu itu tertutup
dan diam

Pintu itu berteriak, menangis, dan berkata
"Masih adakah yang mau memasuki pintuku?"
"Masih adakah yang mau? Membukanya pun mungkin tak mau"
"Habislah sudah aku ini"
"Habislah"

Pintu itu pun benar-benar mati
Mati benaran
Mati pun tak ada yang tahu
Mati pun tak ada yang mengasihani aku

Sabtu, 27 Maret 2010

Mata Dua

Mata dua, dua mata
Mata dua elang
Dua mata elang
Hilang
Hilang hilang hilang sejauh-jauhnya

Mata dua, dua mata
Mata dua ibu
Dua mata ibu
Ibu ibu yang satu dan ibu ibu lain
Ibu ibu yang setia dan ibu ibu tidak setia
Ibu ibu lain dan yang lain
Tidak bisa membuka kedua matanya

Mata mata
Mata mata itu
Mata yang perlu dan sangat perlu
Mata yang awas dan sangat awas
Mata yang indah bersinar berbentuk
Mata itu terpejam diam
Benar-benar diam

Matanya mataku matadia
Matanya sangat berharga katanya
Mataku sangat berharga kataku
Matadia sangat berharga kata dia
Mata kita

Mata kita tertutup
Mata kita tak awas lagi
Mata kita melewatkan sesuatu,
KEADILAN

PEDANG (Sharp Sword)

Tak sangka jua pedang dipandang,
Diangkatnya pedang itu tinggi-tinggi,
Dihunuskannya itu ke itu,
Terlalu bermakna untuk diucap,
Lewatlah, lewatkanlah sudah seribu nyawa itu,
Nyawa yang selalu dianggap dewa,
Dewa Dewi, Dewa Siwa, Dewa kematian,
Dewa Dewa yang tak pernah terpikirkan olehnya,

Pedang itu mengancam semua,
Pedang itu selalu mengancam,
Pedang itu tak pernah henti,
Pedang itu tak pernah tenggelam,
Pedang itu tepat di tangannya
Pedang itu berhenti

Darah itu mengalir,
Darah itu mengalir,
Darah itu mengalir deras,
Darah itu berlari kencang,
Darah itu tak henti bergerak,
Darah itu berhenti

Mata itu terbuka,
Mata itu membelalak,
Mata itu kaku,
Mata itu telah kaku,
Mata itu berhenti

Sang pedang pun terjatuh,
mengambil kembali kehormatannya yang dicuri,
dicuri oleh mata-mata kaku yang terbuka, membelalak, dan telah berhenti itu,
Pedang pun tersenyum