Followers

Minggu, 25 Juli 2010

Dahlia dan Arjuna (Part 1)

Dikala rembulan menampakkan indahnya, disinilah aku sendiri menikmati malam-malam panjangku. Tanpa ada yang datang menemani, tanpa ada yang mengasihi. Aku tak berani bermimpi, tak pernah punya nyali untuk berharap. Akan ada yang datang disini, dengan ketulusan dan hati yang suci, lalu berkata “Hai, aku mengagumi keindahanmu! Bolehkah aku datang datang menemuimu lagi?” Betapa semua itu hanya mimpi.

Mereka tak pernah peduli, hanya datang dan pergi sekedar menunggu pagi. Para lelaki hidung belang yang datang untuk melepas birahi, bersama wanita-wanita simpanan mereka. Atau para wanita kesepian yang haus akan sentuhan. Tak pernahkah mereka benar-benar mencintaiku apa adanya? Bukan hanya karena pengorbanan mereka yang teramat banyak hanya untuk bersamaku satu malam saja.

Hanya mereka yang sederhana yang mengerti bagaimana memperlakukanku, bagaimana menghargai setiap detik bersamaku. Mereka yang menyambung hidup dengan menjagaku siang dan malam demi sesuap nasi. Mereka pandangi tubuhku dengan decak kagum dan puji syukur di dalam hati kecil mereka. Meski mereka tahu, mereka takkan pernah sanggup memiliki aku.
Betapa amarahku memuncak, ketika para lelaki brengsek itu kembali kepadaku,bersama pelacur murahan yang mereka temui di gang-gang gelap. Melepas birahi sesaat tanpa berfikir bagaimana perasaanku. Desahan mereka layaknya anjing kelaparan yang haus akan kenikmatan sesaat sedangkan mereka tak pernah peduli apa yang terjadi padaku.

Sedangkan mereka yang sederhana itu adalah mahluk-mahluk paling romantis yang ku kenal. Mereka datang dengan wajah yang tersenyum ikhlas pertanda kebahagiaan saat mereka bisa kembali berjumpa denganku. Dengan hati – hati mereka merawatku, membersihkan tubuhku lalu kembali kepada keluarga mereka yang sederhana tanpa lupa mengucapkan selamat tinggal. Lalu dikala malam, datanglah pria itu, Arjunaku. Yang telah bertahun-tahun ada untukku, mengusir kesepianku meskipun ia tahu, aku takkan pernah bisa berterima kasih padanya.

Seperti biasa, malam ini dia datang untuk menemaniku. Perlahan ia mendekatiku lalu mengucapkan salam. “Selamat malam Dahlia, aku kembali untukmu malam ini!” betapa sapaan sederhana itu melegakan hatiku. Arjunaku datang kembali untukku. Lalu duduklah ia dipangkuanku, bersama segelas kopi panas ia bercerita padaku. Tentang harinya yang melelahkan, tentang keluarganya yang begitu ia cintai, tentang sawah dan ladang yang menjadi tumpuan hidupnya dan ke dua orang anaknya. Semuanya begitu mengalir, begitu nyaman ia berada bersamaku, dipelukanku. Dan akhirnya iya terlelap di pelukan hangatku. Hanya ini yang bisa ku lakukan untuk berterima kasih padanya.

Tuhan, andai ia bisa mendengarku, aku ingin mengatakan betapa aku mencintainya. Betapa aku cemburu kepada keluarganya, istri dan anak-anaknya. Karena dia berikan waktu dan seluruh cintanya untuk mereka. Aku hanyalah kewajiban di malam-malamnya. Akulah wanita penghibur baginya. Betapa ini tidak adil, Tuhan! Aku ingin dia tahu, aku ingin dia rasakan cintaku yang tulus untuknya. Rasa terima kasihku kepadanya.

Tetapi, sebelum Tuhan menjawab doaku, semuanya berubah! Malam itu, di kejauhan ku lihat segerombolan orang-prang dari desa tempat Arjunaku tinggal. Mereka tampak gelisah, terburu-buru. Terlihat jelas amarah dimata mereka. Mereka memanggil dan mengajak setiap pria dan pemuda yang mereka temui di perjalanan untuk bergabung bersama mereka. Dan jumlah mereka pun semakin banyak dan semakin bertambah banyak. Layaknya tentara yang siap bertempur dengan kentongan dan obor-obor yang menyala, mereka berjalan dengan beringas.

Bersambung...

1 komentar:

matakata mengatakan...

cerita ini dikarang oleh Harris Kristanto