Followers

Minggu, 25 Juli 2010

Dia (Part 3)

“Dan, kata Tia semalem lo bawa perempuan ke kamar 206, beneran? Wah hebat juga lo sekarang! Hahaha…” Andri meledek.
“Kagak! Enak aja lo! Dia tamu yang biasa nginep di 206. Tadi malem dia pingsan di tangga parkiran bawah, mabuk.” Jawabku menyangkal.
“Wah, serem juga tuh orang ya? Hahaha... Minumnya berarti kuat ya?”
“Hush! Jangan ambil kesimpulan sendiri lo, Ndri!” jawabku ketus.
Kata – kata Andri tadi cukup membuatku sedih kenapa begitu mudah orang menilai dia seperti itu hanya karena kejadian tadi malam. Padahal, jauh di hati kecilku aku yakin dia tidak seperti yang Andri pikirkan. Tidak juga seperti apa yang para staff lain di lobby pikirkan tadi malam. Entah dari mana kutahu, aku hanya tahu.

“Permisi mas, saya mau room boy yang namanya Dani.” Suara itu memecah lamunanku.
“Eh mbak, maaf saya yang namanya Dani. Ada apa ya?” jawabku kaget, karena kulihat dia berdiri dihadapanku dan menanyakan namaku.
“oh, mas Dani ? Mas yang biasa beres – beres kamar saya kalau saya check out kan?” tanyanya memastikan.

"Iya mbak. Oh ya, udah lebih enak badannya? Maaf saya ga sopan tadi malam. Cuma saya kebetulan lihat mbak pingsan di tangga.” Aku meminta maaf.
“Oh iya, justru saya mau berterima kasih soal tadi malam. Mungkin kalu ga ada mas Dani saya ga tau gimana nasib saya deh, hehehe... Maaf ya jadi ngerepotin.”
“Ah, ga masalah kok mbak. Silahkan duduk, maaf yah pantrynya berantakan. Saya belum sempat beres – beres nih.”

Akhirnya kami berbincang – bincang singkat. Tak lama kemudian dia pamit untuk check out dan berangkat ke kantor. Benar – benar suatu keajaiban, tak pernah terpikir bahwa percakapan tadi benar – benar akan menjadi kenyataan. Tapi percakapan tadi tetap tidak menjawab pertanyaanku tadi malam, apa yang terjadi sampai dia mabuk begitu. namun sejak malam itu, ada yang berubah dari dia. Setiap senin pagi yang biasanya hanya diisi percakapan singkat, sekarang telah berubah menjadi obrolan – obrolan ringan berdurasi lima sampai sepuluh menit. Entah tentang cuaca, atau sekedar basa – basi tentang pekerjaan masing – masing. Mungkin hal ini tak berarti apapun untuk dia, namun aku menikmati setiap detik obrolanku dengannya.

Obrolan - obrolan singkat itu berlangsung hingga minggu - minggu berikutnya. Hingga suatu ketika ada yang berbeda. Hari itu adalah hari Minggu seperti biasa, aku menunggu kedatangan dia dan bersiap menyambutnya di pintu utama hotel. Tepat pukul 19.30 malam kulihat mobilnya memasuki parkiran hotel, namun ada yang berbeda malam itu. Dia tidak sendiri, ada seorang pria tinggi besar berpostur tegap dengan pakaian rapi berjalan bersamanya memasuki lobby hotel. Tidak seperti biasanya, dia berjalan tertunduk dan diam seribu bahasa ketika melihatku berdiri di pintu untuk menyambutnya. Lidahku kaku, tak bisa berkata apa - apa melihat kejadian itu. Tanpa basa - basi, mereka langsung naik lift menuju kamar mereka. Dan tinggalah aku dengan semakin banyak pertanyaan di dalam hati.

bersambung...

Tidak ada komentar: